Hal itu pun membuat harga gabah juga turun drastis tidak sebanding dengan pengeluaran petani.
Hal itu diungkap pengamat dan praktisi pertanian, Amal Al-Ghozali melalui akun twitternya @Smsl_alghozali.
“Terasa seperti ada yg memimpin orkestrasi. Entah siapa. Berawal dari prakondisi melalui harga beras. Selama sebulan media mainstream terus menerus menyiarkannya,” tulis Al-Ghozali.
“Kemudian pejabat sahut menyahut bicara saur manuk melalui media. Presiden dan menteri blusukan ke pasar,” tambahnya.
Laporan sepihak ditelan. Media memasang photo gudang bulog yang katanya kosong. Tanpa beban pemerintah ngomong rencana impor beras. Meskipun baru rencana, omongan pemerintah pasti besar dampaknya,” ungkapnya.
Presiden bahkan ngomong, “mau tidak mau kita harus impor beras”. Silahkan cari beritanya banyak bertebaran. Para menteri dan badan pangan panik, belum sampai sepekan, keluarlah Surat Edaran berisi penetapan harga gabah,” tambahnya.
Anehnya, kata dia dalam hal penetapan harga ini badan pangan tidak merinci komponen apa saja yg menjadi perhitungan harga.
“Rincian yang transparan nantinya akan membuka mata kita semua kenapa kebijakan harga yg diterbitkan Badan Pangan melibatkan konglomerat? Siapa yg diuntungkan?,” tanyanya.
“Pernyataan presiden tentang rencana impor dan surat edaran badan pangan ttg harga pembelian gabah benar2 efektif sebagai “mesin pembunuh”. Sehari setelah harga diumumkan, harga gabah hancur. Siapa yg untung?,” ungkapnya.
(Red)